Memaknai Ulang Tahun, Melanjutkan Mimpi
Tak
tahu ini sudah tiba waktunya atau belum, tapi gemerlapan kembang api bertebaran
di seluruh penjuru langit di luar sana. Mungkin sudah tanggal 01 Januari 2014.
Selamat tahun baru!
Banyak
orang yang menganggap istimewa tanggal kelahiran saya. Kata mereka seluruh
dunia ikut merayakannya. Tak bisa saya pungkiri, saya selalu mengucap
“Alhamdulillah”. Tanggal lahir “cantik” itu pula lah yang memudahkan orang di
sekitar saya untuk mengingat hari ulang tahun saya. Ucapan dan doa senantiasa
berdatangan seiring dengan riuhnya pesta kembang api.
Sebenarnya
apalah arti ulang tahun. Hanya untuk memperingati tanggal yang tercantum dalam
kartu tanda penduduk atau identitas sejenis. Atau sebuah momen untuk kita
mengingat bahwa umur kita telah bertambah satu angka dan masa hidup pun
berkurang. Namun berbeda halnya bagi saya. Keberuntungan saya memiliki tanggal
lahir tepat pada pergantian tahun memaksa saya untuk merefleksi diri selama
saya hidup dan khususnya selama satu tahun ke belakang. Apa yang terjadi pada
saya, apa yang sudah saya lakukan, apakah saya sudah berguna bagi orang tua,
bangsa dan agama seperti yang –mungkin- orang tua saya haturkan dalam doanya
ketika saya lahir. Pada saat itu pula kemudian saya mereview apa-apa kegagalan
saya, dan apa yang harus saya lakukan dan perbaiki untuk di tahun yang baru.
Menyusun resolusi. Dan mimpi.
Resolusi
bagi saya adalah usaha yang bisa saya lakukan dan bisa saya paksakan untuk saya
lakukan. Tentunya bertujuan untuk saya yang lebih baik. Sedangkan mimpi adalah
cita-cita yang ingin saya raih dengan mengejawantahkan resolusi dalam sebuah
ikhtiar. Tapi mimpi itu tak mutlak bisa diraih dengan ikhtiar, karena ada
sebuah power yang tidak bisa saya kendalikan; kuasa Tuhan.
Sebagai
seorang yang beragama saya percaya dengan kuasa Tuhan. Apa yang tak mungkin
bagi-Nya jika Ia mampu menciptakan ragam manusia, bumi yang kaya, air sumber
kehidupan, dan matahari yang vital bagi kesemuanya. Begitu kompleks, tak satu
pun luput dari sistem keterkaitan. Berbicara tentang ini waktu dan logikamu tak
akan cukup.
Tahun
ini saya akan mencoba menggabungkan resolusi dengan mimpi. Mimpi saya bisa
mengenal Indonesia lebih dalam, jauh lebih dalam. Tapi tak hanya sekedar
melihatnya melalui sebuah media baca atau internet. Saya ingin menyapanya
secara langsung. Menyapa Indonesia dengan seluruh isinya.
Yang
saya yakini, untuk menjadi orang Indonesia seutuhnya saya harus mengenalnya
lebih dulu. Untuk melampiaskan cinta saya kepadanya. Mimpi ini tak boleh hanya jadi
mimpi. Andrea Hirata mengajak kita untuk bermimpi. Katanya, “Bermimpilah, maka
Tuhan akan memeluk mimpimu.” Pernyataan ini mengamini apa yang saya ungkapkan
sebelumnya. Bahwa Tuhan punya andil besar dalam setiap mimpimu.
Semoga mimpi ini dipeluk-Nya. #MenjadiIndonesia |
Bekasi
01 Januari 2014
00.14 WIB